Artikel Ilmiah

 

 

 

 

 

HOME

 

RELEFANSI FILSAFAT


M. Sutarno, S.Si, M.Pd

 

PENDAHULUAN
Dari waktu ke waktu, setiap guru dan siswa bertanya pada diri mereka pertanyaan yang sangat filosofis. Guru berfikir mengenai “mengapa saya mengajar? Mengapa saya mengajar sejarah? Apa yang dimaksud dengan mengajar?” dan murid bertanya-tanya, “Mengapa saya belajar aljabar? Untuk apa saya pergi ke sekolah?”. Pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi pertanyaan yang filosofis dan menjadi pertanyaan yang umum ditanyakan oleh manusia, yaitu tentang pengetahuan, nilai, dan kehidupan.  Untuk mencapai jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut dibutuhan suatu pemahaman tentang makna filsafat. Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu dari kata phylos dan sophiaPhilos artinya cinta yang sangat mendalam dan sophia artinya kearifan atau kebajikan.  Jadi arti filsafat secara harfiah adalah cinta yang sangat mendalam terhadap kearfifan atau kebajukan.  Filsafat juga diartikan sebagai suatu pandangan kritis yang sangat mendalam sampai ke akar-akarnya.  Dalam pengertian lain filsafat diartikan sebag ai interpretasi atau evaluasi terhadap apa yang penting atau apa yang berarti dalam kehidupan. Filsafat dapat dipelajari secara akademis, diartikan sebagai suatu pandangan kritis yang sangat mendalam sampai ke akar-akarnya (radia)  mengenai segala sesuatu yang ada (wujud).  Filsafat mencoba mengajukan suatu konsep tentang alam semesta secara sistematis dan inklusif dimana manusia berada di dalamnya. Olehkarena itu, filosof lebih sering menggunakan intelegensi yang tingi dibandingkan dengan ahli sains dalam memecahkan masalah-masalah hidupnya.  Harold Titus (1959) mengemukakan pengertian filsafat dalam arti sempit maupun dalam arti luas.  Dalam arti sempit filsafat diartikan sebagai saina yang berkaitan dengan metodologi atau analisis bahasa secara logis dan  analisis makna-makna.  Filsafat diartikan sebagai science of science, dimana tugas utamanya memberi analisis secara kritis terhadap asumsi-asumsi dan konsep-konsep sains, mengadakan sistematisasi atau pengorganisasian pengetahuan.  Dalam pengertian yang lebih luas, filsafat mencoba mengintegrasikan pengetahuan manusia yang berbeda-beda dan menjadikan suatu pandangan yang komprehensif tentang alam semesta, hidup, dan makna hidup. Pada bagian lain, Harold Titus mengemukakan makna filsafat, yaitu : (1) filsafat adalah suatu sikap tentang hiup dan alam semesta, (2) filsafat adalah suatu metode berfikir reflektif, dan penelitian penalaran, (3) filsafat adalah suatu perangkat maslah-masalah, (4) filsafat adalah perangkat teori dari sistem berfikir. Berfilsafat merupakan salah satu kegiatan manusia yang memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan dan menemukan eksistensinya. Dalam kegiatan ini manusia akan berusaha untuk mencapai kearifan dan kebajikan.  Kearifan merupakan buah yang dihasilkan filsafat dari usaha  mencapai hubungan-hubungan antara berbagai pengetahuan, dan menentukan implikasinya baik yang tersurat maupun tersirat dalamkehidupan.

PEMBAHASAN

  • Bentuk-Bentuk Filsafat

Filsafat dapat dipandang sebagai aktivitas dalam tiga bentuk atau gaya, yaitu spekulatif, preskriptif, dan analitis.

  • Filsafat spekulatif (bersifat untung-untungan

            Filsafat spekulatif adalah suatu cara berfikir sistematis mengenai segala hal yang ada. Mengapa para filsuf melakukan ini? Mengapa mereka tidak seperti ilmuwan saja yang mempelajariaspek tertentu dalam kehidupan? Jawabannya adalah bahwa pikiran manusia berharap melihat suatu hal secara keseluruhan. Berharap untuk mengerti bagaimana semua hal yang berbeda yang ditemukan secara bersamaan akan menghasilkan sesuatu yang sangat berarti secara keseluruhan. Dan kita pun terus mengikuti hal-hal tersebut. Ketika kita membaca sebuah buku, melihat lukisan, atau mempelajari sebuah tugas, kita sadar bahwa tidak hanya detail tertentu saja yang diperhatikan tetapi harus memperhatikan juga pola-pola yang memberikan perbedaan pada detail-detail tersebut.        Filsafat spekulatif adalah suatu pencarian untuk aturan dan suatu hal yang menyeluruh, yang diterapkan bukan hanya pada hal tertentu atau pengalaman tertentu saja tetapi untuk seluruh ilmu pengetahuan dan pengalaman. Singkatnya, filsafat spekulatif adalah suatu usaha untu menemukan hubungan dari keseluruhan aspek dari pikiran dan pengalaman.  Filsafat Spekulatif merenungkan secara rasional spekulatif seluruh persoalan manusia dalam hubungannya dengan segala yang ada pada jagat raya ini.  Filsafat berusaha menjawab seluruh pertanyaan yang berkaitan dengan manusia, eksistensinya, fitrahnya di alam semesta ini, dan hubungannya dengan kekuatan-kekuatan supernatural. Filsafat spekulatif memiliki kekuatan intelektal yang sangat tinggi, dengan penalaran intelektualnya itu manusia berusaha membangaun suatu pemikiran tentang manusia dan masyarakat. Contoh dari paradigma  filsafat ini adalah filsafat yunani kuno, filsafat Socrates, Plato dan ilsafat Aristoteles.

  • Filsafat Preskriptif (prescriptive = bersifat menentukan ketentuan)

            Filsafat preskriptif menyusun standar untuk memeriksa nilai, menilai hubungan, dan menghargai seni. Filsafat preskriptif menilai apa yang kita maksud dengan baik dan buruk, benar dan salah, indah dan jelek. Filsafat preksriptif bertanya apakah hubungan bentuk-bentuk kualitas ini berkaitan satu sama lain atau hanya merupakan proyeksi dari pikiran kita. Bagi psikolog, hubungan manusia secara moral, baik atau buruk, akan membentuk sikap-sikap yang dapat dipelajari. Tapi menurut pendidik dan filsuf preskriptif beberapa bentuk sikap ada yang berharga dan ada yang tidak. Filsuf preskriptif mencari untuk menemukan dan mengajukan prinsip-prinsip untuk memutuskan suatu kegiatan dan nilai kualitas apa yang bermanfaat dan mengapa hal tersebut harus dilakukan.

  • Filsafat Analiti

            Filsafat analitis berfokus pada kata dan artinya. Filsuf analitis memeriksa notasi-notasi seperti “sebab”, “pikiran”, “kebebasan akademik”, dan “kesamaan kesempatan”, dalam rangka untuk menilai pengertian yang berbeda dalam konteks berbeda. Filsuf analitis manunjukkan bagaimana ketidakkonsistenan akan muncul ketika pengertian dalam suatu konteks diaplikasikan pada konteks lain. Filsuf analitis cenderung skeptic, berhati-hati, dan menolak untuk membangun suatu system berfikir.
Sekarang ini pendekatan analitis mendominasi filsafat Amerika dan Inggris. Di Benua Eropa berlaku tradisi spekulatif. Tetapi apapun filsafat yang banyak digunakan pada waktu kapanpun, kebanyakan filsuf setuju bahwa semua pendekatan berperan pada perkembangan filsafat. Spekulasi tanpa analisis akan membuat suatu hal menjadi tidak relevan. Analisis tanpa spekulasi juga akan menurun pada rincian yang tidak penting dan menjadi hampa. Pada kasus manapun, hanya terdapat beberapa filsuf  yang semata-mata spekulatif, preskriptif, dan analitis. Spekulasi, perskripsi, dan analisis diperlukan untuk semua filsuf yang telah matang.

  • Filsafat dan Ilmu pengetahuan

      Banyak informasi penting dikumpulkan melalui berbagai ilmu pengetahuan dan mendapat perlakuan dari filsafat, kita mengetahui bahwa psikologi dapat memberi gambaran kepada kita mengenai manusia, sosiologi, biologi, dan lain-lain. Apa yang kita dapat setelah semua ilmu pengetahuan yang telah diteliti bukan merupakan gambaran campuran dari seorang manusia, tapi merupakan gambar-gambar yang berbeda. Gambar tersebut berarti tidak memuaskan karena menjelaskan aspek-aspek yang berbeda dari seorang manusia daripada manusia secara keseluruhan. Bisakah kita menyatukan gambar-gambar terpisah  itu menjadi gambar seorang manusia yang lengkap? Iya, tetapi tidak menggunakan metode ilmiah saja. Hal terebut juga memerlukan filsafat untuk menyatukan penemuan dari ilmu pengetahuan dan menguhubungkan konsep-konsep dasar yang ada.
Para filsuf menyadari bahwa pertanyaan-pertanyaan muncul sebelum dan setelah para ilmuwan menyelesaikan pekerjaannya. Isyarat awal para ilmuwan tradisional, contohnya, bahwa semua kejadian disebabkan oleh kejadian lain. Oleh sebab itu, bagi ilmu pengetahuan tidak ada kejadian yang tidak ada penyebabnya. Tetapi bagaimana kita bisa yakin? Apakah penyebab dan akibat ada di dunia dengan sendirinya atau apakah dihadirkan oleh manusia? Perntanyaan ini tidak bisa dijawab oleh logika ilmu pengetahuan, karena penyebab itu tidak bisa ditemukan, yang ada hanyalah asumsi ilmu pengetahuan. Kecuali jika ilmuwan berasumsi bahwa kenyataan adalah kausal di alam, dia tidak akan bisa memulai untuk menyelidikinya. Lalu, ilmu pengetahuan berhubungan dengan hal-hal yang terlihat bagi indera dan peralatan kita. Tetapi apakah hal-hal tersebut memang benar-benar seperti yang terlihat oleh kita? Para ilmuwan tidak bisa menjawabnya, karena hal-hal tersebut bisa saja bersifat sebaliknya dari yang kita lihat. Filsafat, adalah alami dan penting bagi manusia. Kita selamanya selalu mencari suatu acuan kerja yang komprehensif dimana beberapa penemuan akan memberikan perbedaan yang sangat besar. Tidak hanya bahwa filsafat itu merupakan cabang dari pengetahuan yang disertai dengan seni, ilmu pengetahuan (sains) dan sejarah, tetapi juga sebenarnya meliputi disiplin imu secara teoritis dan menjelaskan hubungan hal-hal tersebut. Sekali lagi, filsafat berusaha untuk membuat sebuah hubungan secara keseluruhan dari semua bidang pengalaman.

  • Filsafat Pendidikan

Selain memiliki kepentingan sendiri, filsafat juga memperhatikan asumsi-asumsi dasar dari bidang ilmu pengetahuan yang lain. Ketika filsafat beralih perhatian menuju sains, ada filsafat sains, ketika menguji konsep dasar dari hukum, ada filsafat hukum, dan ketika berhubungan dengan pendidikan, terdapat filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan menurut Al-Syaibany (1979) adalah ”pelaksanaan pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam bidang pendidikan.  Filafat itu mencerminkan satu segi dari segi pelaksanaan falsafah umum dan menitik beratkan pada pelaksanaan prinsip-prinsip yang menjadi dasar dari falsafah umum dalam menyelesaikan maslah-masalah pendidikan secara praktis”. Seperti halnya filsafat yang berusaha untuk memahami kenyataan sebagai penjelasan yang menyeluruh dan sistematis, begitu pula dengan filsafat pendidikan yang berusaha untuk memahami pendidikan secara keseluruhan, menjelaskannya dengan konsep umum yang akan menuntun pilihan kita pada tujuan pendidikan dan kebijakan pendidikan. Melalui cara yang sama dengan filsafat umum yaitu mengkoordinasi penemuan-penemuan dari sains yang berbeda, filsafat pendidikan menjelaskan mengenai penemuan ini dan dihubungkan dengan pendidikan. Teori ilmiah tidak membawa maksud pendidikan secara langsung, teori ilmiah tidak dapat digunakan dalam praktek pendidikan tanpa memeriksanya dahulu dengan menggunakan filsafat. Filsafat pendidikan bergantung pada filsafat yang umum untuk memperluas bahwa permasalahan pendidikan merupakan salah satu karakter dari filsafat. Kita tidak dapat mengecam kebijakan pendidikan yang ada atau menyarankan kebijakan yang baru tanpa menyadari beberapa permasalahan filsafat umum, seperti:

  • Sifat dasar kehidupan, dimana pendidikan seharusnya menentukan.
  • Sifat dasar manusia itu sendiri, karena manusia adalah yang dididik.
  • Sifat dasar masyarakat, karena pendidikan adalah proses sosial.
  • Sifat dari kenyataan, dimana semua pengetahuan mencarinya.

     Seperti halnya filsafat umum, filsafat pendidikan merupakan hal yang spekulatif, preskritif, dan analitis. Filsafat pendidikan spekulatif ketika mencari teori tertentu mengenai sifat-sifat dasar manusia, masyarakat dan dengan tujuan untuk menjelaskan mengenai konflik data hasil suatu penelitian pendidikan dan ilmu pengetahuan sosial. Filsafat pendidikan bersifat preskriptif ketika filsafat pendidikan menetapkan tujuan dari pendidikan yang harus dipatuhi dan dicapai. Filsafat pendidikan bersifat analitis ketika mengklarifikasi pernyataan yang bersifat spekulatif dan preskriptif. Seorang analis, seperti yang kita lihat, memeriksa rasionalitas dari gagasan-gagasan pendidikan, kekonsistenan dengan gagasan lain, dan memeriksa hal-hal yang menyimpang. Seorang analis memeriksa logika konsep-konsep dan kekurangannya menjadi suatu produk yang dapat dijelaskan. Selain itu, seorang analis juga melakukan klarifikasi pengertian yang berbeda-beda yang telah digunakan dalam istilah-istilah pendidikan seperti ”kebebasan”, ”penyesuaian”, ”perkembangan”, ”pengalaman”, ”kebutuhan”, dan ”pengetahuan”. Sekarang kita telah siap untuk menerima berbagai cabang dari filsafat, terutama metafisik, yang sangat berhubungan dengan pendidikan.


Peranan Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para perencana pendidikan,dan orang-orang yang bekerja dalam bidang pendidikan.  Hal tersebut akan mewarnai perbuatan mereka secara arif dan bijak, menghubungkan usaha-usaha pendidikannya sengan falsafah umum, falsafahbangsa dan negaranya.  Pemahaman akan filsafat pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan.

  • Sifat Dasar dari Kenyataan (The Nature of Reality)

      Metafisik merupakan bagian utama dari filsafat spekulatif yang pokok perhatiannya pada sifat dasar kenyataan. Metafisik mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan berikut:

  • Apakah alam semesta mempunyai desain yang rasional ataukah tercipta begitu saja tanpa ada artinya?
  • Apakah kita menyebut pikiran sebagai bentuk nyata dari diri sendiri atau hanya sebagai bentuk dari benda yang bergerak?
  • Apakah perilaku semua organisme merupakan sesuatu yang telah ditentukan atau sebagian organism, seperti manusia memiliki ukuran kebebasan dalam berperilaku?

      Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, banyak yang percaya bahwa metafisik sudah ketinggalan jaman. Penemuan-penemuan berdasarkan ilmu pengetahuan dapat dipercaya karena penemuannya dapat diukur, sebaliknya gagasan-gagasan dari metafisik sepertinya belum bisa dibuktikan dan belum ada aplikasinya. Bagaimanapun juga, metafisik dan ilmu pengetahuan merupakan aktivitas yang berbeda, masing-masing memiliki memiliki kebenaran tersendiri. Dua-duanya mencari pernyataan yang umum, tetapi metafisik mencari dengan kejadian-kejadian yang tidak dapat diukur, seperti “kenyataan”, “perubahan”, dan “semangat”. Ini tidak berarti metafisik mengenyampingkan ilmu pengetahuan. Sebaliknya, ilmu pengetahuan memunculkan masalah-masalah mengenai sifat dasar kenyataan dan ahli metafisik mencari solusinya. Ilmu pengetahuan juga mengandalkan asumsi-asumsi metafisik. Banyak orang yang tidak menerima bahwa ilmu pengetahuan mengandalkan asumsi-asumsi metafisik. Alfred North pada Adventure of Ideas mengatakan  bahwa metafisik tanpa disadari tersirat dalam ilmu pengetahuan. Ahli fisika nuklir berpendapat bahwa gambaran mengenai ilmu dunia diperoleh melalui penelitian, hanya perkiraan belaka. Kenyataan metafisik memberi semua hal bahwa penelitian bertujuan menunjukkan sesuatu menjadi nyata. Banyak dari ilmuan-ilmuan hebat, khususnya Albert Einstein, merasa terdorong untuk memformulasikan konsep-konsep metafisik dalam penemuan-penumuan ilmiahnya. Beberapa filsuf menganggap bahwa metafisik tidak berguna. Meraka membatasi perhatiannya pada logika dan teori-teori pengetahuan. Sebagian filsuf mempertahankan bahwa teori-teori logika dan pengetahuan merupakan bagian dari asumsi metafisik. Bertrand Russell mengatakan bahwa “tanpa disadari penulis filsafat, metafisik selalu tersirat didalamnya.. Penulis filsafat mempunyai sesuatu yang tidak bisa dikritiki yang secara eksplisit terdapat dalam argumen-argumen yang menjadi subjek metafisik”.  Pada tahun belakangan ini metafisika kembali digunakan. Tidak ada keraguan bahwa ilmu pengetahuan telah memberikan banyak peningkatan. Secara alamiah, manusia terjadi secara metafisik, memiliki hasrat memiliki pengetahuan di luar jangkauannya.

  • Metafisika dan Pendidikan (Metaphysics and Education

Teori pendidikan dan metafisik secara umum mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan yang dirasa kurang dari jawaban yang diperoleh melalui ilmu pengetahuan. Sebagai contoh pertanyaan metafisik; apakah kehidupan manusia mempunyai tujuan, jika iya, apa? Hal ini secara implisit ada pada studi evolusi biologi. Jika siswa menarik kesimpulan dari hasil studi evolusi, siswa mungkin menyimpulkan bahwa alam semesta tidak mempunyai tujuan. Dalam kasus ini, siswa harus bertanya pada dirinya sendiri apa tujuan hidup yang harus dia kejar. Berbicara dari sudut pandang metafisik akan membantu siswa menjawab pertanyaan tersebut. Contoh lain, masalah mengenai pemikiran dasar. Guru sering bertanya : “ Jika Johnni menggunakan pikiran/akal pada pekerjaannya, dia tidak akan mendapat masalah apa pun di sekolahnya.” Tetapi apa yang dimaksud dengan akal/pikiran disini? Apakah pikiran/akal terpisah dari badan?  Bagaimana pikiran dan badan saling berhubungan? Apakah pikiran/akal merupakan sumber dari gagasan? Mungkin apa yang yang kita sebut “pikiran” tidak sungguh-sungguh ada. Secara fisiologis dan studi mengenai fisilogis otak dapat memberikan kita fakta informasi, dan ahli sibernetika menghubungkan otak dengan komputer. Tetapi hubungan itu tidak dapat menjelaskan dasar dari pemikiran. Disini, berfikir secara metafisik membantu guru ketika dia dihadapkan pada pertanyaaan-pertanyaan yang mendasar.
Semua guru mempunyai dugaan-dugaan mengenai dasar dari kenyataan. Meraka mempunyai pandangan, meskipun tidak jelas, mengenai alam semesta, nasib manusia, natural dan supernatural, dan tujuan dasar dari pikiran- hal ini membutuhkan waktu seluruh hidupnya bagi ahli metafisik untuk mempelajarinya. Pada kenyataannya, diperlukan kontribusi lebih lanjut, dan refleksi terhadap perlakuan masalah-masalah pendidikan pada dimensi metafisik. Ide-ide metafisik banyak sekali. Pada umumnya sekolah memiliki banyak subdivisi, diantaranya: “idelisme”, “realism”, dan “pragmatism”. Jika kita menganggap bahwa sekolah mempunyai hubungan dasar pemikiran dengan pendidikan, akaL kita akan berpikir lebih jernih mengenai pertanyaan dari kita sendiri. Sebelum dibahas lebih lanjut, perlu memperhatikan bahwa penggabungan filsafat dengan sekolah harus dengan tujuan yang tepat dan mudah dimengerti. Filsuf-filsuf harus belajar pada kebenaran diri mereka sendiri. Sebagai contoh, Locke dan Kant mencipkan sistem yang dapat menyelesaikan masalah-masalah filosofi tradisional.. Dan meskipun Kierkegaard dan Sartre merupakan eksistensialis, tetapi mereka berbeda pandangan. Setelah siswa belajar mengenai filsuf-filsuf di sekolah, mereka akan belajar menjadi individu yang berpikir.

 Metafisika Idealis dan Pendidikan (Idealist Metaphysics and Education)
Filosofis idealis mengklaim bahwa kenyataan dasar adalah lebih secara batin daripada secara fisika, sikap dari pada benda. Ketika filsuf Eleatic kuno Parmenides mengatakan: “Apa yang tidak bisa dipikirkan, tidak bisa menjadi nyata.” Dan ketika Rchopenhauser mengklaim: “ Dunia adalah ideku.”, itu menendakan bahwa pandangan metevisik adalah suatu idelisme. Penganut idealism tidak menyangkal keberadaan fisik dunia disekeliling kita, bumi, bukit-bukit, bintang-bintang, Tetapi untuk mengatur keberadaannya tidak terpikir secara nyata. Kenyataannya yang mengatur mungkin saja personal (sendiri) atau suatu kelompok. Bagi penganut ajaran Kristen, kenyataan yang mendasar adalah Tuhan terdiri dari tiga orang. Plato mengungkapkan bahwa batin manusia seperti halnya “jiwa”, berasal dari “empyrean” yang sempurna dan ide-ide dari luar. Berkeley, seorang Kristen ortodoks mempunyai pandangan bahwa jiwa adalah abadi, telah diciptakan Tuhan untuk menikmati kehidupan yang abadi setelah hidup. Kant berpendapat, manusia adalah makhluk yang bebas dan mempunyai ketentuan. Bebas disini dalam arti sejauh semangatnya dan sebagai ketentuan dalam arti sebagai subjek dari hukum alam secara fisik.
Para idealis percaya bahwa anak-anak merupakan bagian dari spiritual alam semesta dan dia mempunyai tujuan spiritual untuk dicapai sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Harus ditanamkan suatu pendekatan kerukunan antara anak-anak dan unsur-unsur spiritual alam harus ditanamkan untuk tujuan pendidikan.Pendekatan tersebut harus menyeimbangkan antara manusia dengan alam semesta. Ketika anak-anak beajar mengenai dunia, mereka bukanlah seperti mesin hebat tanpa jiwa dan tujuan. Anak-anak harus melihat alam semesta sebagai arti dari suatu proses dan mempunyai tujuan. Guru besar idealis seperti Socrates telah melahirkan banyak ide, tidak seperti prinsip-prinsip yang diperoleh siswa dari lingkungan luarnya, tetapi merasa perlu untuk lebih dikembangkan. Guru idealis diduga contoh yang memiliki karakteristik terbaik dari umat manusia. Socrates, Plato dan Kant percaya bahwa pengetahuan yang baik ditanamkan pada siswa adalah dengan ditemukan oleh dirinya sendiri dari pada  disuapi saja, tanpa ada proses pencarian oleh siswa. Tetapi guru yang menyuruh siswa untuk memahami  kepada siswa, sering kali tidak disukai oleh siswa itu sendiri.
Bila meninjau tentang patriotisme dan cinta tanah air, perlu diketahui para idealis menegakkan suatu filsafat dari kesetiaan. Siswa harus belajar untuk menghormati negaranya dan komunitas dimana ia dilahirkan. Ia perlu belajar dari kebudayaan negara dankomunitasnya dengan rasa penuh empati.  Lalu apa arti pendidikan secara ideal? Tidak ada definisi yang lebih tepat dari apa yang diungkapkan oleh Herman: “Pendidikan adalah suatu proses penyesuaian yang abadi dari perkembangan fisik dan mental, merdeka, secara sadar, secara emosional, dan pengaruh keinginan manusia.”

Metafisika Realis dan Pendidikan
Prinsip dasar dari filosofi realisme berurusan dengan kenyataan dasar. Bukit-bukit, pohon-pohon, perkotaan dan bitang bukan gagasan yang sederhana dalam pikiran individu yang melalkukan observasi, atau bahkan dalam pikiran seorang peneliti sejati. Hal-hal tersebut muncul sendiri dalam pikirannya. Realisme dibagi menjadi dua kelompok yaitu realisme rasional dan realisme ilmiah.


Realisme Rasional
Realisme rasional ini dibagi dua, yaitu realisme klasik dan realisme religius. Bentuk utama dari realisme religius adalah “skolastisisme” yang merupakan filosofi dasar dari gereja katolik Roma. Realis klasik langsung mengacu pada Aristoteles, filsuf sklolastik mengacu secara tidak langsung pada Aristoteles berdasar pada filosofi mereka dari St. Thomas Aquinas. Dengan memanfaatkan doktrin Aristoteles ke dalam teologi gereja, Aquinas menciptakan filsafat Kristen baru yang disebut dengan “Thomism”, untuk membedakan “Platonisme” yang didukung oleh banyah ahli agama pada masa itu. Realis religi dan klasik setuju bahwa benda yang ada di bumi nyata dan ada, di luar pikiran peneliti. Penganut Thomis bagaimanapu percaya bahwa baik benda maupun jiwa diciptakan oleh Tuhan yang membangun alam semesta. Menganut penganut Thomis, Fakta bahwa Tuhan menciptakan alam semesta adalah nyata dan terdapat bukti-buktinya. Meskipun tidak senyata benda, jiwa juga sangat penting; Jiwa lebih tinggi dari benda, karena Tuhan itu sendiri merupakan Jiwa dan merupakan sesuatu yang sempurna. Bagaimana penganut Thomis mengetahui hal ini? Melalui pembukaan rahasia dari sejarah Injil, ramalan, dan ajaran Jesus Christ, yang disahkan oleh mereka sebagai wahyu Tuhan untuk seluruh umat. Tetapi pengetahuan mereka, mereka menyatakan, hal tersebut juga dicapai dengan menggunakan keyakinan; mereka mendapatkan mendapatkan dari alasan dan pengalaman, yang mereka gunakan untuk mendukung keyakinan mereka. Thomis juga menyatakan bahwa manusia adalah kesatuan dari jiwa dan benda, dengan jiwa dan raga membentuk satu alam. Mereka mengatakan bahwa mereka bebas, dan bertanggungjawab terhadap perilaku mereka; tetapi kita juga tidak kekal, ditempatkan di bumi untuk mencintai dan menghargai Sang Pencipta dan mendapatkan kebahagiaan yang tidak kekal.

Realisme Ilmiah
Cabang filsafat realisme ini menyertai perkembangan dari sains di Eropa selama abad 15-16. dipimpin oleh juru bicara Fancis Bacon, John Locke, David Hume, dan John Stuart Mill.  Pada abad ini terlibat pula Ralph Barton Perry Alfred North Whitehead dan Bertrand Russell. Realisme ilmiah bersifat skeptis dan eksperimental menghasilkan bahwa filsafat harus meniru kekakuan dan objektivitas dari sains. Dikarenakan dunia disekitar kita itu nyata, lebih diperlukan ilmu pengetahuan untuk menyelidiki sifat-sifat materi dari pada filsafat; fungsi dari filosofi adalah untuk mengkordinasi dan penemuan-penemuan dari bidang sains yang berbeda. Hal yang paling signifikan dari alam semesta adalah bahwa alam semesta bersifat tetap dan kekal. Perubahan adalah nyata, tetapi mengikuti hukum alam yang tetap, yang menjadikan alam semesta merupakan suatu stuktur yang berkesinambungan. Realis ilmiah menolak adanya alam spiritual karena keberadaannya tidak dapat dibuktikan. Jadi, tidak ada kepentingannya dalam filsafat. Realisme ilmiah menyatakan bahwa manusia adalah organisme bilogis yang dikembangkan dari system syaraf dan tidak terpisahkan dari lingkungan sosialnya. Tidak ada keharusan bahwa perkembangan kebudayaan berpengaruh pada kesatuan pikiran dan jiwa. Apa yyang kita sebut sebagai “pikiran” adalah sesuatu yang fungsinya sangat rumit dari organisme yang berhubungan dengan lingkungan. Kebanyakan realis ilmiah menolak adanya kebebasan; mereka berargumen bahwa individu telah ditetapkan oleh pengaruh fisik dan lingkungan social pada struktur genetiknya. Menurut pandangan realis dunia ada secara independent untuk manusia dan diatur oleh hukum yang memiliki sedikit control, sekolah-sekolah harus menyebarkan materi inti yang akan memperkenalkan siswa dengan dunia disekitarnya. Realis katolik menambahkan bahwa sejak harmoni dari alam semesta adalah hasil ciptaan Tuhan, kita harus mempelajari alam sebagai ciptaan Tuhan. Berdasarkan pandangan realis Katolik,  tujuan pendidikan mempersiapkan individu untuk menghadapi kehidupan alam baka.Berdasarkan pandangan realis klasik tujuan pendidikan adalah menjadikan siswa cerdas dan seimbang dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. kreativitas dan spontanitas individu dihargai, sebagaimana adanya di dalam filosofi lain, hanyalah  bagian yang terabaikan ini adalah tunduk kepada penelitian yang cermat dan lebih besar.

Metafisika Pragmatis dan Pendidikan
Pragmatis percaya bahwa perubahan adalah inti dari realitas dan kita harus selalu siap untuk mencari jalan alternativf dalam melakukan sesuatu. Tujuan dan alat pendidikan harus fleksibel dan terbuka untuk perbaikan yang berkesinambungan. Tujuan dan alat pendidikan harus diikuti oleh rasionalitas dan keilmiahan. Alat pendidikan berasal dari tujuan pendidikan, dan tujuan pendidikan dapat berasal dari alat/cara pendidikan. Jadi, pendidikan itu sendiri adalah tujuan dan alat. Tujuan adalah cita-cita yang mendorong manusia, dan alat adalah cara untuk melakukan hal. Dalam pendidikan, disiplin ilmu secara umum, tidak boleh menyatakan siswa tertarik pada pendidikan, tapi rasa tertarik itu harus dikembangkan dari dalam diri siswa. Pragmatis berpendapat bahwa kenyataan diciptakan oleh interaksi manusia dengan lingkungan yang ditinggalinya, seorang anak harus mempelajari dunia, seperti halnya anak yang tidak bisa dipisahkan dari lingkungannya, sekolah juga tidak bisa dipishkan dari anak. Pendidikan adalah kehidupan dan bukan persiapan untuk menghadapi kehidupan.Subjek materi formal yang diberikan kepada siswa sebisa mungkin harus dihubungkan dengan masalah yang dihadapi oleh siswa dan lingkungannya, dan masalah tersebut harus dipecahkan. Tidak seperti realis dan idealis, pragmatis percaya bahwa sifat dasar manusia adalah dapat diubah dan fleksibel. Pragmatis melihat anak sebagai organisme yang aktif, secara berkesinambungan terkait dengan membangun kembali dan menafsirkan pengalamannya sendiri. Karena seorang anak dapat berkembang hanya jika dapat berinteraksi dengan yang lainnya, anak harus mempelajari untuk hidup dalam suatu komunitas masyarakat, untuk bekerja sama dengan orang lain, dan untuk beradaptasi dengan kebutuhan sosial. Pandangan pragmatisme dianggap menyenangkan oleh siwa-siswa Amerika dibandingkan pandangan dari filsafat realisme atau idealisme. Filsafat pragmatisme juga telah mewarnai banyak program dalam pendidikan guru. Dalam budaya Amerika tidak memiliki agama nasional, tidak terdapat system kerajaan kuno, dan hanya sedikit pemujaan dari masa lalu. Kehidupan social yang dinamis dan skeptis menghargai filsafat yang dapat berubah daripada yang bersifat tetap, yang merupakan dasar dari semua pernyataan dan teori bahwa manusia adalah makhluk yang mau berusaha dan suka menyelidik. Ketika William James menyetakan bahwa alam semesta adalah hal yang terbuka, penduduk Amerika sangat menyukainya, dan hal itu merupakan dunia yang mereka percaya. Seperti halnya Amerika yang dapat diperluas ke barat menuju Pasific yang tak berbatas, jadi dunia ini dianggap penuh dengan banyak kemungkinan. Banyak akal, optimis, selalu mencoba merupakan sifat-sifat pragmatis, dan merupakan sifat-sifat orang Amerika.

 

KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat dilihat bahwa walaupun filosofi secara keseluruhan tidak memberikan jawaban akhir bagi pertanyaan yang kita ajukan tetapi memberikan beberapa jawaban lain yang dapat mengembangkan pemikiran kita dan membantu kita  dalam menentukan pilihan sendiri. Seperti akan dibahas pada bab berikutnya, belajar bukan hanya mengumpulkan data yang dapat ditelaah secara ilmiah tetapi juga berarti spekulasi dan melampaui batas kemampuan seperti beberapa penemuan.
Berfilsafat merupakan salah satu kegiatan manusia yang memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan dan menemukan eksistensinya. Dalam kegiatan ini manusia akan berusaha untuk mencapai kearifan dan kebajikan.  Kearifan merupakan buah yang dihasilkan filsafat dari usaha  mencapai hubungan-hubungan antara berbagai pengetahuan, dan menentukan implikasinya baik yang tersurat maupun tersirat dalamkehidupan. Selanjutnya, Apakah jenis pengetahuan filsafat bertujuan untuk menjelaskan segala sesuatu?. Pertanyaan dapat dijawab secara pasti selama berkaitan dengan  ilmu pengetahuan. Pertanyaan lain yang bersifat spekulatif, preskriptis dan analitik juga dapat dijawab dengan baik selama berhubungan dengan filsafat. Studi mengenai filsafat pendidikan menjelaskan kepada kita betapa pentingnya pertanyaan untuk teori dan penerapannya dalam pendidikan. Hal ini memungkinkan kita untuk menguji pertanyaan filosofis yang timbul pada permasalahan pendidikan. Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para perencana pendidikan,dan orang-orang yang bekerja dalam bidang pendidikan.  Hal tersebut akan mewarnai perbuatan mereka secara arif dan bijak, menghubungkan usaha-usaha pendidikannya sengan falsafah umum, falsafah bangsa dan negaranya.  Pemahaman akan filsafat pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan.

PUSTAKA
George F. Kneller. 1971. Introduction to the Philosophy of Education. University of California, Los Angeles-New York.

Kembali ke Daftar Judul Tulisan Online

 

Created By M.Sutarno@2009, email : nelan_indah@yahoo.com

Free Web Hosting